Bayangan dalam suara bapak

fhan
2 min readMar 22, 2023

--

Semenjak Bapak pergi, semuanya menjadi berbeda. Hal-hal yang biasanya ada Bapak di sana, menjadi ruang kosong yang dipenuhi debu.

Dan semenjak Bapak pergi, aku selalu berusaha mengingat tiap momen bersama beliau. Dari seluas titik, sampai seluas samudera. Aku selalu berusaha mengingatkanya dalam ruang memori yang aku sisakan untuk Bapak seorang.

Karena jika mengingatnya, selalu ada hari di mana aku akan tenggelam jauh dalam bayangan ketika Bapak membersamai setiap langkah yang aku pijak.

Seperti hari di mana aku menginjak bangku kuliah, atau hari di mana aku akhirnya lulus setelah empat tahun bertempur.

Atau mungkin hari di mana aku akhirnya mendapatkan pekerjaan yang Bapak harapkan aku untuk menjejakinya.

Kira-kira apa yang akan Bapak katakan padaku? Bapak pasti bangga, kan?

Yah, kira-kira seperti itu lah bayanganku. Bahkan, untuk memenuhi salah satu bayanganku, aku secara terang-terangan meminta bantuan teman untuk mengedit foto wisudaku bersama Bapak.

Jujur saja, aku iri ketika orang lain dapat mengabadikan momen bersama Bapak dan mendengar suaranya dengan jelas. Karena aku tidak.

Aku dapat dengan jelas membayangkan apa yang akan Bapak katakan, tetapi ada satu hal yang hilang dari bayangan itu yang membuatnya tidak sempurna.

Suara Bapak.

Dari sekian banyak memori yang aku ingat, suara Bapak adalah satu hal yang ternyata aku lupakan.

Aku selalu berusaha mengingat suara Bapak. Namun, aku kesulitan mengonfirmasinya dalam ingatan. Hanya setitik jejak kecil yang aku ingat, tetapi sulit untuk aku meyakinkan diri.

Apakah suara yang aku dengar dalam benak adalah benar suara Bapak?

Bahkan ketika Bapak tiba-tiba hadir dalam bunga tidur, hanya satu kali, tepat di malam Bapak pergi. Karena di hari-hari berikutnya, tidak ada lagi suara Bapak di sana.

Aku bertanya-tanya, mengharapkan sebuah jawaban. Apakah ini hanya terjadi padaku?

Bagian lucu ketika aku sedang mencari jawaban, aku malah mendapatkannya dari sebuah drama yang sedang aku saksikan. Twenty Five Twenty One, judulnya. Pada episode 11, aku masih ingat bahwa pemeran utama wanita, Na Hee Do kehilangan sang ayah.

Ia juga lupa suara sang ayah.

K-Drama: Twenty Five Twenty One (Kim Tae-Ri, Nam Joo-Hyuk)

Pada saat itu aku terbangun, mengulangi kembali adegan tersebut sampai akhirnya aku yakin.

Ah, ternyata ketidakyakinan ini bukan terjadi padaku saja. Walau hanya sekadar drama fiksi, keyakinan baru dalam diriku tumbuh begitu saja.

Keyakinan bahwa aku tidak merasakan ini sendirian.

Maka, di detik setelahnya, aku juga menyatakan penyesalan lewat kenangan yang tidak banyak aku abadikan bersama Bapak. Jika saja momen-momen itu terabadikan sempurna, tentu saja aku tidak akan terjebak dalam bayangan yang aku buat sendiri. Aku bisa mengonfirmasinya secara langsung dan memutar kembali tiap momen itu.

Tentu, kata ‘jika’ adalah sebuah pengandaian yang tidak pernah terwujud dalam realitas. Sudah lampau. Waktu tidak bisa kembali berputar pada poros yang sama.

Namun, jika saja aku bisa mendengar suara Bapak sekali saja, aku hanya ingin mengabadikannya dalam pikiran dan memastikan diri untuk tidak melupakannya lagi.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

fhan
fhan

Written by fhan

fanny and her crappy writing in a small world called diandra renjani

No responses yet

Write a response